Bukan Untuk Sekedar Dibaca


IBU

Aku mempunyai pasangan hidup...

Saat senang, aku cari pasanganku
Saat sedih, aku cari ibu

Saat sukses, aku ceritakan pada pasanganku
Saat gagal, aku ceritakan pada ibu

Saat bahagia, aku peluk erat pasanganku
Saat sedih, aku peluk erat ibuku

Saat liburan, aku ajak pasanganku
Saat sibuk, anak-anak kuantar ke rumah ibu

Selalu, aku ingat pasanganku
Selalu, ibu yang ingat kepadaku

Setiap saat, aku telpon pasanganku
Kalau ingat, aku akan telpon ibu

Selalu, aku belikan hadiah untuk pasanganku
Entah kapan aku akan belikan hadiah untuk ibu

Coba kita renungkan:
"Kalau engkau sedang mendapat rezki dari gajian bolehkah kau kirim uang untuk ibu? Untuk menutupi kebutuhan ibu? Karena ibu sudah tidak berpeluang lagi dan sudah tadak berdaya lagi untuk mencarinya ...
Ibu tidak minta banyak nak..., lima puluh ribu sebulan pun cukuplah"

Berderai air mata jika kita mendengarnya....
Padahal dulu ketika kita masih kecil, seberapapun rezki yang didapat ibu selalu tertuju dari ingatan ibuku adalah untuk aku anaknya, untuk anakku dan hampir semua yang didapat ibu untuk membahagiakanku dan membuatku senang...

Tapi ketika ibu sudah tiada....
Barulah hadir rasa sesal dan ucapan, Ibu aku RINDU.... AKU RINDUUU.... SANGAT RINDU....
(????)

Berapa banyak anak yang sanggup menyuapi ibu ketika ia sakit...?
Berapa banyak anak yang sanggup menyeka dan membersihkan muntah ibu...?
Berapa banyak anak yang sanggup mengganti lampin ibu...?
Berapa banyak anak yang sanggup membersihkan najis ibu...?
Berapa banyak anak yang sanggup membuang ulat dan membersihkan luka kudis ibu...?
Berapa banyak anak yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibu...?
Berapa banyak anak yang bisa "tanpa rasa kesal, kasar dan bosan" untuk memberikan perhatian dan merawat ibu setiap hari...?

Dan akhir sekali, berapa banyak anak yang bisa memandikan dan men-sholat-kan JENAZAH ibunya......????? Astaghfirullooh.... jauhkan hamba dari segala perbuatan yang mengecewakan hati Ibuku dan apabila itu pernah terjadi bukakan pintu hati ibuku untuk memaafkanku... Ya Robb, sesungguhnya ridho ibuku adalah ridhoMu.
Read More

Tragedi Ahmadiyyah Cikeusik

Istaghfiru...

Read More

Telaah Global Kaum Buruh

Interaksi ekonomi internasional ditandai oleh pergerakan faktor modal bergerak dari negeri yang produktifitas marginal faktor modalnya rendah ke negeri yang produktifitas marginalnya tinggi, atau diharapkan akan tinggi, untuk menuju keseimbangan yang secara keseluruhan tidak pernah terjadi. Andaikatapun terjadi maka pergerakan modal antar Negara, yaitu dari Negara maju ke Negara miskin, pergerakan ini hanya bertujuan untuk menyedot keuntungan dari negara miskin. Keuntungan yang disedot ternyata merupakan bagian terbesar dari pertambahan pendapatan yang diakibatkan oleh adanya investasi asing sebagai akibat dari pergerakan faktor modal tersebut.

Naiknya pendapatan nasional di Negeri miskin sebagai akibat dari adanya investasi asing, tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyat di negeri yang bersangkutan karena adanya kepincangan dalam distribusi pendapatan. Pihak-pihak yang menikmati keuntungan yang ditimbulkan oleh investasi asing tersebut hanya terdiri dari segelintir kecil anggota masyarakat dan keuntungan tersebut diperoleh dari hasil suatu proses eksploitasi.

Disamping efek ekonomi dalam pengertian menaikkan kesejahteraan sebagian besar rakyat di negeri miskin tidak terjadi dengan masuknya modal asing ke negeri miskin tersebut, masuknya modal asing ini diiringi juga dengan masuknya sistem kapitalis dengan segala persoalan dan kegoncangan ekonomi dan sosial yang terkandung di dalamnya. Sistem ini menggeser kebiasaan sosial yang ada pada masyarakat di negeri miskin ini.

ORIENTASI KEPADA ASING
Kontrak transaksi berdasarkan faktor pasar mengganti dan mendesak hubungan paternalistik yang telah berlangsung sejak berabad-abad lamanya di negeri. Sistem ini menimbulkan perubahan orientasi dalam ekonomi rakyat di negeri tersebut, yaitu dari orientasi pada kecukupan dan pemenuhan pasar dalam negeri kepada orientasi pada produksi untuk memenuhi pasar luar negeri. Orientasi baru ini sekaligus membuat sistem ekonomi rakyat di negeri-negeri ini dikaitkan secara langsung dengan sistem ekonomi kapitalis di luar negeri dengan berbagai gejolaknya.

Sebenarnya pengganti sistem hubungan paternalistik (sebagai suatu sistem masyarakat feodal atau semi feodal) dengan sistem kapitalis yang didasarkan pada rasionalitas pasar dapat merupakan langkah utama dalam mentransformasi masyarakat ke arah kemajuan dan peradaban yang tinggi seperti yang dialami di Eropa Barat. Namun yang terjadi adalah bahwa penerapan nilai-nilai komersial dalam tata hubungan sosial dalam masyarakat feodal atau semi feodal ini justru telah memperhebat proses eksploitasi terhadap golongan lemah yaitu massa rakyat.

Proses eksploitasi yang dilakukan oleh penguasa feodal dalam sistem paternalistik terhadap rakyat dipercayai masih tidak sekejam proses eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik modal dalam kerangka sistem kapitalis. Proses eksploitasi dalam sistem kapitalis ini diiringi pula dengan proses korupsi dan ketidakadilan dalam setiap tingkat struktur pemerintahan yang mengabdi pada kepentingan pemilik modal dari sistem kapitalis internasional.

MENTAL KAUM TERTINDAS
Kepincangan sosial sebagai akibat dari proses eksploitasi dengan masuknya modal asing ke negeri-negeri miskin telah menimbulkan reaksi dari sekelompok kalangan kelas menengah dalam masyarakat , yaitu sebagian dari golongan terpelajar dan sebagian dari golongan pengusaha nasional. Kedua golongan ini melihat dominasi asing sebagai sesuatu yang perlu disingkirkan. Tetapi kedua golongan ini ternyata tidak mampu mengadakan perubahan. Ketidakmampuan mereka dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Kedua golongan tersebut pada hakikatnya adalah golongan yang relatif lemah karena sebagai akibat keterbelakangan dan kemiskinan negeri tempat mereka tinggal. Mereka tidak diwarisi dengan kekuatan ekonomi yang dapat melahirkan kepercayaan kepada diri sendiri untuk memimpin masyarakat. Cengkeraman sistem feodal yang berabad-abad lamanya membuat mereka masih tetap berasimilasi dengan nilai-nilai politik, moral dan kebudayaan dari pihak yang berkuasa. Hal ini berbeda dengan kalangan menengah di Perancis dan Inggris yang dengan suatu landasan ekonomi yang kokoh berhasil mendesak sistem nilai yang dianut oleh golongan feodal dan berhasil tampil sebagai kelompok yang memimpin masyarakat.
2. Karena pada hakikatnya golongan kelas menengah ini masih berorientasi pada nilai-nilai yang dianut oleh pihak penguasa dan masih mempunyai vested interest dalam kondisi status quo yang berjalan, mereka tidak dapat menerima ajakan untuk melakukan revolusi sosial. Akibatnya mereka tidak ingin menyatukan diri dan membentuk barisan dengan golongan bawah sehingga merupakan kelompok kuat untuk melaksanakan gerakan anti feodal dan melakukan perubahan mendasar dalam stelsel sosial.
Sebagai akibat dari ketidakmampuan golongan kelas menengah ini untuk melakukan pendobrakan terhadap proses eksploitasi yang dilakukan oleh modal asing dan perangkat sistem yang menyertainya, maka mereka ini pada akhirnya terpaksa melakukan kerjasama dengan pemilik modal asing dan penguasa lokal, yaitu golongan feodal. Golongan intelegensi masuk menjadi pamong praja dalam pemerintahan penjajahan dan pemerintahan lokal dalam sistem feodal pribumi.
Golongan terpelajar lainnya masuk menjadi pegawai perusahaan asing. Mereka ini sebagai akibat interaksi sosial dengan pihak asing, memandang bangsa dan negerinya dari sudut kacamata pihak kolonial, dari sudut kepentingan kolonial. Mereka merasa puas menjadi kelompok terasing dari sebagian besar bangsanya sendiri yang melarat yang merupakan kelompok lapisan terbawah dalam strata sosial.

REVOLUSI BORJUIS
Pihak penguasa nasional tampil menjadi mitra pemodal asing. Mitra bukan dalam pengertian ikut serta dalam pemilikan perusahaan asing, tetapi bertindak sebagai para pelaku pelengkap penyerta untuk memudahkan operasi perusahaan asing tersebut. Sebagai pelaku pelengkap, para penguasa ini pada hakikatnya hanya menerima sebagian kecil saja dari nilai tambah kekayaan nasional yang dieksploitasi oleh para pemodal asing tersebut sekalipun nilai tambah yang mereka peroleh jauh lebih besar dari buruh pribumi yang dipekerjakan dalam berbagi perusahaan asing dan jauh lebih besar dari nilai tambah yang diperoleh produsen kecil komoditi ekspor yang terdiri dari massa rakyat pribumi.

Mereka akhirnya turut memperkuat aliansi golongan kapitalis asing dengan golongan feodal pribumi. Akibatnya ciri-ciri terburuk dari kapitalisme feodalisme bersatu dan muncul sebagai penghalang utama dalam pembebasan massa rakyat untuk mencapai pembangunan ekonomi dan sosial.

Dinamika sosial dalam kurun waktu yang berjalan ternyata membuat aliansi diantara kelas menengah di negeri miskin dengan pihak penjajah dan pemodal asing mengalami kegoncangan. Kelas menengah yang baru muncul dihinggapi oleh gagasan kemerdekaan dan keadilan telah tampil sebagai pejuang kemerdekaan. Sasaran utama dalam proses perjuangan kemerdekaan adalah pihak asing.

Revolusi yang digerakkan pada hakikatnya adalah revolusi borjuis, revolusi nasioanal demokratis anti penjajah asing dan anti terhadap penguasa feodal dalam negeri yang selama ini berkolaborasi dengan kaum penjajah. Revolusi yang digerakkan sayang sekali tidak dibarengi dengan suatu revolusi sosial yang menjungkirbalikkan stelsel sosial yang ada.

Sebagai akibatnya setelah kemerdekaan diraih, setelah pihak penjajah dienyahkan, negeri-negeri miskin pada dasarnya masih merupakan negeri yang mempunyai stelsel sosial yang tetap tidak berubah, yaitu stelsel sosial yang feodalistis yang mengandung kepincangan dalam proses meraih berebagai kesempatan untuk kemajuan kemanusiaan.

Struktur sosial yang tidak adil yang timbul sebagai akibat feodalisme yang telah berjalan berabad lamanya justru tetap menjadi landasan sosial yang dipertahankan setelah pembebasan dari kekuasaan pihak penjajah diperoleh. Di atas landasan struktur sosial dan stelsel sosial yang diwarisi dari zaman feodal dan kapitalisme barat yang masuk bersama kaum penjajah inilah pemerintah di negeri kaum miskin melaksanakan program pembangunan ekonominya.

PERTUMBUHAN YANG RAPUH
Kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan di atas landasan struktur dan stelsel sosial seperti dikemukakan di atas ditumpukkan pada program pertumbuhan produksi untuk mengimbangi pertambahan penduduk. Karena pertumbuhan produksi di sektor pertanian tradisional tidak dapat diharapkan sebagai akibat dari padatnya penduduk di sektor ini ketika batas produktifitas buruh cenderung mendekati nol atau sama dengan nol, maka kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengutamakan sektor industri dan sektor ekstraktif.

Sektor industri yang tumbuh ternyata sektor industri yang tidak sehat, dilihat dari sudut perkembangan ekonomi rakyat. Industri yang tumbuh pesat hanyalah industri yang memproduksi berbagai barang kebutuhan kaum elit, karena tingkat permintaan efektif yang ada dalam masyarakat menjadi sedemikian rupa sehingga industri yang memproduksi barang mewah merupakan industri yang lebih menguntungkan.

Sementara itu, industri barang konsumsi lainnya yang turut berkembang, yang merupakan hasil usaha modal asing atau modal campuran dengan pihak domestik, telah mematikan industri rakyat yang selama ini memproduksi barang-barang sejenis. Matinya industri rakyat ditambah dengan kecilnya nilai tambah yang ditimbulkan oleh industri untuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri, oleh karena banyaknya pembelian dan pembayaran yang harus dilakukan ke luar negeri untuk menunjang operasi industri ini, telah menjadi biaya yang harus dibayar oleh negeri miskin.

TEMBOK MONOPOLI
Selain itu, industri yang tumbuh kemudian timbul menjadi unit-unit monopolistis atau oligopolistik yang dikuasai oleh sekelompok orang. Konsentrasi kekuasaan ekonomi di bidang industri membuat pertumbuhan industri menjadi lebih tidak sehat ditinjau dari sudut perkembangan ekonomi rakyat. Rintangan yang menghalangi Perkembangan industri selanjutnya, atau bagi masuknya partisipasi baru dalam suatu jenis industri, adalah tembok monopoli atau tembok oligopoli.

Para industrialis yang beroperasi dalam situasi monopolistis dan oligopolistis tersebut dengan sendirinya memperoleh tingkat keuntungan di atas normal. Tingkat keuntungan yang di atas normal ini selain dikirim ke luar negeri oleh pemilik modal asing juga sebagian besar tidak digunakan untuk investasi di bidang-bidang yang besar efeknya terhadap ekonomi rakyat.

Keuntungan di atas normal tersebut banyak digunakan untuk membiayai pembelian konsumsi mewah, seperti pembangunan rumah-rumah mewah yang ekslusif, pemborongan tanah luas, pembiayaan kegiatan dagang yang bersifat lukratif, peminjaman uang dengan bunga yang tinggi, pembiayaan kegiatan spekulasi dan tak kalah pentingnya adalah untuk menumpuk kekayaan di luar negeri.

Seluruh kegiatan tersebut jelas merupakan kegiatan yang tidak sehat, karena tidak mengarahkan dana investasi untuk kegiatan produktif yang berefek luas terhadap penyerapan tenaga kerja maupun perluasan spesialisasi dalam masyarakat.

TERJEBAK SUBSISTENSI
Karena sektor industri yang berkembang tidak berorientasi pada sektor pertanian dalam negeri dalam bentuk penimbunan permintaan akan bahan mentah pertanian tetapi sangat berorientasi ke luar negeri segi input, ditambah dengan kebijaksanaan harga barang industri yang ditimbulkan oleh kaum monopolis dan oligopolis industri ini, maka sektor industri di negeri miskin pada hakikatnya memaksa sektor pertanian untuk tidak berkembang dan berputar-putar di sekitar kondisi subsistensi saja. Sektor industri yang bersifat seperti ini juga pada hakikatnya telah memaksa mandeknya para pengusaha kecil.

Sektor ekstraktif sebagai sektor pilihan lain untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi, oleh karena adanya kendala di bidang permodalan dan teknologi produksi di pihak pengusaha domestik, telah dibuka secara besar-besaran untuk pengusaha asing. Akibat kekuatan modal dan penguasaan teknologi ditambah dengan penguasaan jaringan pemasaran internasional, pihak asing tampil sebagai sebagai pihak yang mendominasi nilai tambah yang dihasilkan oleh sector ini. Efek positifnya dalam bentuk penciptaan penggandaan pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja ternyata relatif sangat kecil, walaupun secara absolut pertumbuhan nilai tambah sektor ekstraktif tersebut merupakan salah satu komponen yang paling utama dalam komponen pertumbuhan pendapatan nasional.

KELAHIRAN KOMPRADOR
Proses ekonomi dan pertumbuhan sektor-sektor seperti disebutkan di atas ketika modal asing banyak bergerak, dipermudah oleh adanya jaringan kerjasama antara pemodal asing, pengusaha domestik dan elit yang berkuasa. Golongan elit yang berkuasa ini adalah golongan “compradors” yang bertanggungjawab untuk melindungi kepentingan pihak asing.

Ditilik dari sifat kerjasama tersebut, maka kerjasama antara pihak asing, pengusaha domestik dan elit yang berkuasa pada hakekatnya sama dengan kerjasama yang terjalin antara pihak penjajah asing, pengusaha domestik dan kalangan menengah lainnya serta golongan feodal pada zaman penjajahan dahulu. Sifat kerjasama ini adalah sama karena keduanya terdiri diatas suatu landasan yang sama, yaitu mempertahankan status quo. Status quo adalah struktur sosial dan stelsel sosial yang ada. Kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan seharusnya tidak menggoyahkan status quo dan justru diarahkan untuk memperkuatnya.

Berbagai kemungkinan pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi yang bersifat populis, yaitu kebijaksanaan yang secara drastis akan mengubah struktur permintaan efektif yang ada dalam masyarakat dan relokasi sumber-sumber produktif untuk memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi rakyat dengan satu dan lain cara akan disabot oleh tiga rangkai komponen yang disebutkan di atas.

RELEVANSI PERUBAHAN
Meskipun misalnya, pada suatu ketika dapat terjadi tampilnya seorang pemimpin yang ingin melaksanakan tindakan yang bersifat populis efeknya, tindakan telah dan akan mengalami kegagalan karena elemen pendukung status quo akan merusak pelaksanaannya. Di sinilah letak betapa menentukan dan pentingnya perubahan struktur sosial dan politik yang menopang setiap pemerintahan.

Perubahan tersebut hendaknya sedemikian rupa sehingga kepentingan nasional dan kepentingan rakyat banyak secara otomatis terkontrol, dilindungi dan dipertahankan. Selama perubahan struktur sosial dan politik ini tidak dilakukan maka selama itu perkembangan ekonomi dan sosial yang akan turut dinikmati oleh banyak orang dalam masyarakat tidak akan terwujud.

OlehSALIM ACHMAD, Ketua  DEPENDA GASPERMINDO Jawa Timur,  Fasilitator LWG Angkatan VII )
Read More

Supremasi Hukum

A.1. Defenisi

Bahwa pada dasarnya advokat mempergunakan hampir sebagian besar dari waktunya untuk memberikan nasehat hukum, baik secara lisan maupun tertulis dalam membantu para kliennya, baik untuk menghindari timbulnya sengketa-sengketa maupun untuk penyelesaian sengketa-sengketa. Salah satu bentuk dari nasehat hukum yang diberikan oleh seorang advokat bagi kliennya adalah melalui Pendapat Hukum (Legal Opinion).

Istilah Legal Opinion dalam bahasa latin disebut dengan Ius Opinio, dimana Ius artinya Hukum dan Opinio artinya pandangan atau pendapat. Legal opinion adalah istilah yang dikenal dalam sistem hukum Common Law (Anglo Saxon), sedangkan dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dikenal dengan istilah Legal Critics yang dipelopori oleh aliran Kritikus Hukum.

Bahwa sebelum kita lebih jauh membahas tentang Legal Opinion, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui apa defenisi dari Legal Opinion. Sampai saat ini tidak ada defenisi yang baku mengenai Legal Opinion di Indonesia. Tetapi apabila mengacu pada literatur yang telah ada sebelumnya dan yang telah berlaku secara internasional, defenisi Legal Opinion adalah:
Read More